Bersih..bersih..

OMG!!!
Ini blog ude bnyak sarang laba2nya kali ye.. XD

Ga pernah nulis dsini lagi y. Terakhir nulis setelah seminggu nikah. Padahal sekarang Farhan udah 1 tahun. Ckckck..

Payah tenan nih. Istiqomah menulisnya.

Yuk, coba ‘curi-curi’ waktu buat bisa merangkai makna dalam blog ini 🙂

Catatan Firasat Masa Lalu #2

17 April 2013

Aku mengajukan permintaan pulang kembali ke Jakarta kepada Murabbiyah ku. Akupun sudah mengajukan resign dari pekerjaan ku di Beastudi Etos, Dompet Dhuafa. Beliau menjelaskan walau sebenarnya berat mengizinkan, tapi tetap tidak bisa dipaksakan jika tidak ada alasan untuk menahan di Jogja. Kecuali 2 alasan: dicarikan pekerjaan atau “teman”. Glek, teringat aku memang sudah mengumpulkan proposal pengajuan kesiapan nikah sejak september 2012. Lets see..

1 Mei 2013

HPku bergetar. Ada pesan whatsapp masuk. Dari murabbiyah yang mengajak bertemu setelah aku selesai shift PKL di Apotek. Sepertinya penting sekali. Akhirnya kami deal bertemu di suatu restoran.

Setelah pesan makan, beliau talk to the point. Karena memang aku orang yang tidak suka basa-basi. ” Dek, inget ga waktu mbak nanyain kesiapan. Waktu itu biodata anti sudah dpegang ikhwan. Dan ternyata ikhwannya bersedia melanjutkan” Deg. Jantungku langsung berdegup kencang.

“Beliau kenal aku mbak?”

“Iya. Kenal banget. Mbak emailkan biodatanya.”

Aduh, perasaan ku campur aduk. Disaat aku sedang berpikir untuk pulang ke Jakarta selesai studi dan berkarir. Tiba-tiba ada kejutan seperti ini. Aku langsung berpikir, apa aku benar-benar siap menjadi istri dan ibu. Siapkah aku? Dan siapakah ia yang katanya sudah saling mengenal?

Aku melanjutkan aktivitas dengan hati galau. Sampai-sampai aku salah arah mengendarai motor. Hadeh. Tujuan kemana, arah kemana. Salting!

Sampai malam aku belum berani membukanya. Sesuai prinsipku menulis proposal, siapapun itu, biodata pertama yang datang, selama tidak ada alasan syar’i, insya Allaah ku terima. Karena itu aku begitu takut membukanya. Akhirnya ku download dulu dari email lalu dipindahkan ke flashdisk.

2 Mei 2013, Salima 19.00

Aku menumpang membuka file di kontrakan lama ku. Ku pinjam kamar salah seorang. Kuawali tilawah quran 1 lembar, berdoa memohon pada Allah yang terbaik dan lama sekali kumantapkan hatiku. Akhirnya, bismillahirrahmanirrahiiim.., klik, file word terbuka. Dan mataku masih ku tutup dengan tangan. Perlahan ku buka dan terlihat sebaris nama.

Nama pemohon : Hanif Imsa Alfasandi

Gubrak, aku merebahkan diri ke belakang. Apa?? Kakak tingkat di fakultas? Yang satu amanah? Dengan gemetar aku melanjutkan membaca.. Allaahu.. Masya Allah, seketika ku ingat kembali sosok beliau.

***

Awal 2008

Ketika itu, aku sedang menuju masjid As Syifa. Entah kenapa aku menengok pada seorang laki-laki yang melintas d depan lapangan. Baru kuperhatikan gaya berjalannya, padahal aku sudah mengenalnya sebelumnya. Itu gaya berjalan yang ku suka, tenang dan raut mukanya teduh. Astagfirullaah, aku kembali melihat jalan yang kutuju.

Kami berada dalam lembaga yang sama. Tak niat memperhatikan sebenarnya. Tapi karena beliau salah satu ikhwah yang beramanah di BEM, aku jadi memperhatikan bagaimana sikapnya berinteraksi, mempengaruhi forum, memimpin dan lainnya. Cuma ingin menjadi referensi saja. Dan jujur aku mengagumi sosoknya. Tapi tak pernah sedikit pun aku membayangkan untuk jadi pendampingnya. Sama sekali tidak. Hanya rasa kagum terhadap kelebihan saudara yang patut diteladani. Just it!

Tahun-tahun berikutnya, dialah yang memang membimbingku banyak hal tentang amanah yang kujalani. Memfasilitasiku diskusi dan bahan bacaan. Interaksi kami sewajarnya, tak ada yang berlebih. Sampai akhirnya periode kepengurusannya selesai, kami jarang berinteraksi, hanya menyapa seadanya jika bertemu di jalan. Hingga kami bertemu saat ku menjenguknya di rumah sakit. Dia mengalami kecelakaan motor hingga harus operasi. Melihatnya terbaring lemah disana, aku bingung menyapa seperti apa. Ternyata rasa kagum pada sosok tangguh dan lembut itu masih ada. Tapi kupendam dan bersikap biasa saja.

***

Sekarang aku berhadapan lagi dengan layar laptop yang tertulis namanya dengan jelas. Teringat sebersit doa satu kriteria yang tidak kutulis, tetapi kupinta kepada Allah: orang yang sudah ku kenal. Dan ternyata Allah mengijabahnya.

Sesuai azzamku diawal, maka kucoba untuk lanjutkan proses ini.     Istikharah trus kulakukan, aku memantapkan diri bahwa jawaban ada di ibu. Kusempatkan pulang untuk meminta ridho ibu. Kalau saja tidak didukung kakak-kakak, permintaan ku untuk menikah sudah ditolak oleh ibu, mengingat aku anak bungsu dari 5 bersaudara, dan ketiga kakakku belum menikah. Bukan lagi melangkah tapi membongkar. He.. Alhamdulillah ridho Ibu sudah kudapat. Setelahnya proses demi proses berlanjut hingga akhirnya mitsaqon ghaliza dia ucapkan.

Allah tahu yang terbaik untuk hambaNya, ku yakin itu. Sejak SMA aku selalu berdoa,

“Ya Allah berikanlah aku jodoh yang sholeh, yang bisa membimbingku dalam kebaikan, meneguhkan ku istiqomah di jalanMu, yang bisa membawaku ke jannahMu..”

Semoga ini jawaban dari Allah segala pinta doaku dengan kehadirannya.

Insya Allah, sejak memutuskan untuk menerimanya, aku berazzam akan menemaninya kelak baik dalam keadaan suka maupun duka, sempit maupun lapang, dengan rasa syukur dan sabar. Hingga Allah meridhai mempertemukan kami di jannahNya kelak.

Aamiin ya Rabb.

@rikawidyaigp

*awal tulisan ini dibuat 23 juli 2013, dselesaikan 13 oktober 2013.

Catatan Firasat Masa Lalu

Saat itu tahun 2007. Aku melihat seorang gadis muslimah yang entah mengapa begitu menarik perhatianku. Saat dia lewat di kampus, aku begitu penasaran kemana arahnya akan pergi. Walau dengan sering buang pandangan utk ghodul bashor.

Tapi itu cuman sekedar ketertarikan biasa, begitu pikirku. Namun hari semakin hari, aku tau bahwa ada firasat lain tentang gadis itu. Aku blm berpikir apa2 ketika itu, hanya apakah mungkin aku sdh menginginkan pendamping di saat awal kuliah dulu.

Aktivitas demi aktivitas pada akhirnya melenakanku darinya. Fokusku ada pada amanah dakwah, kegiatan akademik, dan mencoba utk mulai mencari penghasilan sendiri.

Walau pada akhirnya aku dan dia dipertemukan pada satu amanah. Namun firasatku tdk mau aku lanjutkan lebih jauh. Aku bersikap profesional, dan pendam dalam2 rasa itu (tak mau hatiku terkotori oleh rasa yg blm halal).

Lama ia terpendam, pasca amanah, tak bertemu dari thn 2010-2012. Tahun 2012 saat aku telah mendamba seorang pendamping, aku lebih memilih mengajukan proposal nikah kepada ustadzku. Aku merasa, bahwa melalui proses itu, Allah sendiri yg akan memilihkan untuk ku pendamping hidupku.

Tak berani aku sebut nama siapapun, tak terpikir pula utk sebut namanya. Kriteria yg ku ajukan umum skali. Namun di tahun itu aku kecelakaan, opname, operasi. Proposal nikah blm sempet aku ajukan ke ustadzku. Aku urung niat.

Aku ingat dihari terakhir, ternyata ada gadis yg pernah ada dalam hatiku menjengukku. Rasa itu kembali muncul sebersit saja. Yaa,,, rasa yg telah terpendam cukup lama. Apa ini firasat? Tp aku bersikap biasa aja.

Akhir tahun 2012. Aku beranikan diri utk ajukan proposal nikah itu kepada ustadzku. Lamaa aku tunggu tak kunjung dapat. Aku hanya berdoa, agar yg pertama disodorkan, akan langsung aku terima. Aku tak ingin melihat terlalu banyak biodata. Demi menjaga mata dan hati. Itu satu prinsipku.

Selang 4 bulan, aku dapat kabar dari Ustadz. “Akhi, liat email antm yaa”. Pagi2 langsung aku liat email dengan penasaran😋. Dengan berdebar hati, aku tunggu loading yg lemoot itu. Pas uda kebuka… jeng jeng jeng…. begitu kaget bukan main. Apa ini? Benarkah ini? Aku istighfar berkali2 mohon ampun pada Allah.

Apakah ini jawaban doa dan harapan lamaku? Aku sungguh tak menyangka. Dia yg aku harapkan sejak pertama kali aku pernah meliriknya di tahun 2007. Aku pendam tak pernah ku ungkapkan pada siapapun. Tapi ternyata, Allah yg menyodorkan dia.

Walau, begitu aku tetap jalankan istikharah berkali2. Tak ada alasan sedikitpun untuk menolaknya. Aku cari2 alasan, apa yg bisa ditolak darinya? Aku tak menemukan. Akhirnya dalam waktu 10 hari aku mantapkan hati (mungkin agak nekat juga 😅) “Bismillah, ana lanjut ustadz”

Dua pekan kutunggu dengan galau. Akhirnya ada sms dr ustadz. Insya Allah rika siap berproses dengan a hanif. Cetar membahana, abis itu nyeesss 💧 adeem…

Singkat cerita, pertemuan forum taaruf pun diadakan, bentar aja gak sampe 2 jam langsung oke. Taaruf bareng keluarga pun sdh seperti keluarga sendiri. Kami cepat akrab dan membaur. Proses selanjutnya sampai jenjang pernikahan Alhamdulillah tak menemui halangan yg cukup berarti.

Saat akad terucap, aku merasakan Allah sedang begitu dekat. Dialah yg benar2 Allah pilihkan untukku, menjadi pendampingku. Padahal aku tak pernah meminta menegaskan secara langsung pada Allah. Doa2 ku ttg jodoh pun standar2 aja. 😅

Saat ayat Al Quran dilantunkan sblum akad, aku meneteskan air mata sangat deras. Seakan Allah sedang berbicara langsung dengan ku, hanya denganku. Seakan hanya Allah dan aku saja. Taujih langsung dariNya. Itu yg kurasa. 

Teruntuk dirinya yg sdh menerima diriku, Firasat yg menafsiri hatiku padamu saat dulu kala aku pernah melirik dan berharap lirih km jd pendampingku :

“Ketika melirikmu pertama kali,” kata Ustadz Eko Novianto. “aku berteriak dlm hati, seandainya aku harus memilih sendiri, aku akan pilih yg spt ini. Bkn karena kau bak model terkenal. Atau krn kau standar semua lelaki. Namun, krn aku merasa bs bersamamu.”

Ternyata, Allah ijabah sebersit rasa yg pernah terserak didasar hati. Memunculkannya menjadi Cinta yg begitu nyata.

Kini dia telah menerimaku, memilihku utk menjadi Imamnya. Ini masih langkah awal, dimasa yg akan datang, pasti akan menemui segala kejutan, kita harus membangun negeri rumah tangga ini dengan syukur dan sabar.

@HanifSandi
07.54
Yogyakarta
11.10.2013

Gambar

tulisan suamiku. Aku ga nyangka sama sekali.. wow.. karena aku punya kisah serupa. Dtunggu aj y tulisan selanjutnya.. 🙂

Tak Lekang oleh Waktu

“Tak Lekang oleh Waktu..”

Sebuah penggalan kalimat yang melukiskan kisah kita

Satu tahun lebih engkau membersamai kami

Lembut sikapmu menjadi teladan bagi kami

Halus tuturmu menjadi nasihat indah bagi kami

Penjagaanmu, Kasih Sayangmu, Keikhlasanmu

Tertanam dalam yan terukir indah dalam hati kami

Saat kami kehilangan sosok pendamping kala itu, engkau muncul kala itu

Saat kami hendak melakukan yang terbaik (TENS) engkau turut  mendampingi

Jazakillah Khairan Katsir

atas kebersamaanmu saat ini 🙂

Sukses selalu kami doakan untukmu

dari Ejog dengan Cinta, untuk.. Pendampingku..

EJog 2011 ❤

Ejog at TENS 2012, SemarangJazakumullah khair katsir atas secarik pesan dalam sebuah kado unik serta doa yang terlantun disana. Tidak ada yang begitu bernilai dari kebersamaan. Terimakasih atas segala pembelajaran yang ada.

Nb: sengaja mbak tulis di blog. Karena secarik kertas ini bisa saja hilang 🙂

Untuk Pejuang Allah

Untuk Pejuang Allah:
seberapa luas jiwamu wahai pejuang Allah
betapa banyak bilik yang harus kau bangun
untuk menyimpan keluh kesah kami
seberapa kuat hatimu wahai pejuang Allah
betapa sering ombak menghantam dinding hatimu
karena berbagai kenakalan kami

semoga dengan keluasan jiwamu
semoga dengan kelapangan hatimu
semoga dengan kekuatan ragamu
itu akan membawamu kembali padaNYA
memandang wajahNYA, Dzat yang selalu dirindu

monjali, 12 Rabiul Awwal 1432 H 08.06 WIB

-catatan di selembar tisu-

 

nb: puisi karya Widyasih Dwi Pangesti, Etoser 2010. Syukron puisinya.. :’) Bukunya dibaca ya

Antara Kos, Kontrakan dan Asrama

Alhamdulillaah..

Sudah tidak terasa hampir 6 tahun menjalani kehidupan di Yogyakarta. Beragam cerita dan hikmah kudapat di kota pelajar ini. Pembelajaran luar biasa. Bersyukur dapat berproses disini.

Malam ini, ingin bercerita tentang pengalaman hunian di yogyakarta. Hampir semua jenis hunian sudah ku jajaki. Dari kosan, kontrakan dan Asrama. Sudah 4 kali aku pindahan. Dan yang terakhir ini, kembali ke masa awal: kos.

Pertama kali menginjakkan kaki di sini. Aku memilih mencari kosan. Padahal waktu itu sudah ditawari untuk kontrakan muslimah sampai pesantren mahasiswi. Tapi karena pengen banget punya kamar sendiri,bahkan berniat untuk ‘mengasingkan diri’ akhirnya aku lebih memilih kosan.

Kos Gober, rumah 2 lantai dengan penghuni 20 orang. Walaupun kosan tapi rasa individualis tidak begitu terasa. Saat aku masuk, ada 5 orang lain yang seangkatan denganku. Sehingga berasa banget suka-duka bersama.

Saat bersusah payah mengerjakan tugas ospek, lembur kerjain tugas-laporan, nangis-nangis pas homesick, sama-sama nempel target cumlaude tapi dilepas lagi karena hopeless. Saat diteriakin mbak kosan kalo ribut, tidur kayak ikan pindang di satu kamar gegara nonton film horror, atau begadang kejar nonton film korea 😀

Pas silaturahim kesana lagi terakhir kali, kosan itu sepi banget. Ibunya bilang “kos ini ga kayak jaman mbak dulu..” Tuh, emang kita biang ribut ya.

Saat itu berhasil tuh buat program shalat jamaah bareng, simakan baca quran, hafalan walaupun semangat pas Ramadhan aja. Lumayan. Hha..

Setelah dua tahun, entah kenapa dalam satu angkatan ini, satu persatu pindah. Akupun turut pindah ke suatu kontrakan muslimah yang berisi 9 orang: wisma Salima.

Salima, dari kata Salim artinya selamat. Merupakan doa agar penghuninya selamat sampai akhirat. Aamiin. Atau bisa juga kependekan dari Sendowo A5. Sebuah rumah yang dikontrak sejak tahun 1998. Wuissh kontrakan perjuangan banget terutama bagi anak fakes. Karena kontrakan ini didominasi oleh warga fakes.

Di kontrakan biah hasanah lmemang ebih terjaga, walaupun tantangan ukhuwah juga semakin besar. Yang jelas disana banyak tempat sharing, dari masalah pribadi, lembaga sampai dakwah bahkan jadi tempat konsolidasi. Salah satunya jadi basecamp amunisi PEMIRA (Pemilihan Raya) -Pemilu tingkat mahasiswa.

Di tahun kedua saat mengkontrak, aku diamanahi jadi masul’ah kontrakan. Apa??! Aku yang masih ga beres gini dipercaya jadi pemimpin. Toh, aku terima dan kujalani seoptimal yang bisa kulakukan. Jelas, masih banyak kekurangan di sana-sini. Harus bisa jadi penengah yang bijak, mengkordinirkan semua urusan, dan bagaimana menjadi peka.

Setelah 2,5 tahun mengelola kontrakan, ditawari mengelola asrama beastudi Etos Yogyakarta, program beasiswa dibawah Dompet Dhuafa,-Republika. Sebelum menjawab aku istikharah untuk memilih menyantri atau mengelola asrama. Entah apa yang menguatkanku akhirnya kuterima juga tawaran itu. Padahal hidup berasrama saja belum pernah.

Allah memang punya rencana yang terbaik bagi hambaNya. Masyaa Allaah wal hamdulillah, aku benar-benar tertempa disana, terutama soal karakter. Benar ya, salah satu hakikat membina, sebetulnya dialah yang terbina.

Di Asrama itu benar-benar belajar banyak hal..

Belajar menjadi seorang Ibu. Ibu yang tiba-tiba dapat 23 putri dan 16 putra. Yang memperhatikan kondisi anak-anaknya, hingga urusan rumah tangga. Sampai memperhatikan urusan-urusan kecil di rumah, misal rel gorden, kebersihan dll. Hingga urusan kesehatan. Bahkan hingga mengelola keuangan. Layaknya ibu yang mengatur keuangan rumah tangga, karena diamanahi juga sebaga pj keuangan di manajemen daerah. Memang seorang ibu luar biasa ya..

Belajar menjadi kakak, teman dan sahabat yang baik. Bagaimana saya belajar mendengar, berekspresi, memberi apresiasi dan tegas dalam bersikap. Menjadi seorang yang bisa mengayomi, diajak berbagi dan memberikan arahan bagi adik-adiknya.

Belajar menjadi guru. Digugu dan ditiru. Bisa menjadi teladan. Makanya harus bisa integritas, dimana tindakan harus sesuai ucapan. Berani dan berlapang dada untuk mendengar kritikan.

Huff.. Sungguh sebenarnya masih sangat jauh dari semua itu. Bersyukur Allah masih memberi kesempatan untuk berproses.

Dan setelah 1,5 tahun tertempa di Asrama. Kembali menjalani hidup dikos lagi. Tapi kali ini hanya rumah dengan lima kamar. Uniknya, disebut kos tapi kami mengelola rumah ini bersama seperti kontrakan (kecuali bayar listrik sih). Semoga nyaman hingga 3 bulan kedepan.

Hmm,, semua jenis hunian sudah. Tinggal… punya rumah sendiri nih..:)

Semoga aktivitas kita berkah, lillahi ta’ala..

 

Pandega Padma, 12 Juni 2013, 00:20

Lagi-lagi bukannya belajar besok UAS malah ngeblog dulu.. 😀

Duh.. ibadahku!

Edisi 01/Tausiyah/Okt’06/Kaptim/P&K

***

Adalah kesalahan besar bagi seorang aktifis dakwah yang menganggap atau menyepelekan kekuatan ruhiyah. Dakwah hubungannya dengan Allah, maka seyogyanya , kegiatan ubudiyah (ibadah) kita, haruslah menuju pada Allah. Bukan hanya niat ikhlas saja yang diperlukan. Tapi juga langkah nyata yakni perwujudan kegiatan ibadah kita yang semakin baik dari hari ke hari. Misalnya, sholat baik yang fardhu maupun yang sunnah), tilawah quran, infaq, membantu orang tua, membaca buku, belajar serta dzikir dan lain-lain. Semua itu minimal haruslah dapat kita penuhi dalam ritme keseharian kita. Jangan hanya penuh dinamika saja. Syuro disini, syuro disana tanpa ada jeda. Bahkan sering kita iringi/awali kegiatan dakwah kita dengan kekuatan ruh seadanya. Maka, wajar bila terkadang rasa jenuh yang kita rasakan saat menjalani aktifitas dakwah kita.

Contoh : karena waktu syuro mepet, sholatnya jadi cepet (kurang dari 5 menit udah selesai. Doanya juga komat-kamit bles!!). Tilawahnya buyar, nggak mencapai target. Infaq pun seret. Coz udah habis buat ongkos syuro. (tapi, insya Allah dihitung infaq jg oleh Allah). Mutabaah yaumiyah (evaluasi harian) pun nggak pernah dicek. Lupa, hari ini ibadah apa saja yang sudah dijalankan, ibadah apa saja yang belum dijalankan. Duh, ibadahku!!

Adalah suatu hal yang penting kekuatan ruhiyah itu. Karena, ibadah-ibadah yang kita jalankan, akan memancar pada diri kita. Bagi yang sholat sunnahnya rajin (disamping shalat fardhunya full), maka Allah akan mencerahkan wajahnya. Bagi yang suka tilawah quran, maka Allah akan melembutkan hatinya, membersihkan jiwanya dari pikiran-pikiran yang membuat frustasi, serta akan mendapatkan syafaat di hari akhir nanti. Bagi yang suka infaq, maka Allah akan menjauhinya dari marabahaya dan ditambahkan rezekinya. Bagi yang suka membantu orang tua, maka Allah mudahkan urusannya ke surga. Bagi yang suka mengingat Allah dengan dzikir, maka Allah kembali mengingatnya. Dan bagi yang mengisi waktu luangnya dengan membaca buku (misalnya di angkot lagi mau ke tempat syuro, atau lagi nunggu syuro mulai..dsb) maka Allah akan menambah wawasannya.

Intinya, hasil ibadah-ibadah yang kita jalankan, akan sangat membantu dakwah kita.

Subhanallah ya,.. Betapa banyak ibadah-ibadah kita yang kita sia-siakan sendiri, baik sengaja atau tidak. So, ayo!! Jangan tunggu waktu berlalu! Mari kita tingkatkan kualitas ibadah kita agar kekuatan ruhiyah kita mampu membantu dalam menapaki jalan dakwah yang semakin berliku.

Di kelas 131006

 

Astagfirullah..

Ampuni aku ya Allah, hanya bicara tanpa kerja nyata..

 

Note:

Kertas tausiyah jadul yang kutemukan ketika beres2 dokumen. Subhanallaah, mjj >_<.. Masya Allah y beliau yg membuat tulisan ini ketika SMA, sudah merasakan dinamika yang seperti ini.

Bagaimanapun Ayah

Engkaulah nafasku..

yang menjaga di dalam hidupku..

kau ajarkan aku menjadi yang terbaik..

Ternyata playlist laguku sampai pada lagu seventeen: Ayah. Walaupun aku tidak sepenuhnya sepakat dengan liriknya toh tetap mebuatku teringat juga akan beliau. Memori pada tanggal dan bulan yang sama, tiga tahun silam. Ketika beliau kembali kepada sang pemiliknya.

Aku memang tidak seberuntung anak lain, yang punya banyak kenangan banyak bersama ayahnya masing-masing. Biarlah aku tidak bercerita disini dulu, di lain waktu saja ya. Tapi walau bagaimanapun aku tetap memiliki rasa bangga menjadi salah satu anaknya.

Ayah, aktivis pergerakan mahasiswa pada masanya, saat peralihan pemerintahan yang bersejarah. Aktivis yang bergabung dalam gerakan mahasiswa yang berasas Islam terkemuka saat itu. Mendengar cerita dari Mama, terasa akan gigihnya beliau memegang idealisme, berjuang dan berkarya. Bagaimana kisahnya kuliah sambil bekerja, kemudian berkarya dalam organisasi pers nasional. Kemudian betapa heroiknya dituturkan kisah bentrok dengan gerakan lain hingga hingga menyisakan bekas di keningnya dalam sisa hidupnya.

Ya benar, itu cerita ayah kandung ku. Ayah yang belum bisa sepenuhnya aku mendengar cerita utuh darinya langsung.

Terakhir kami berbincang di bulan syawwal, beliau bercerita tentang doanya selama ini. Doa agar salah satu anaknya ada yang kembali ke kota dimana ia menimba ilmu. Kota pelajar dimana berbagai idealisme tumbuh subur disana. Dimana hati nurani diketuk, pola pikir diasah dan mengajarkan totalitas untuk berjuang. Jelas sekarang, aku benar-benar merasakannya. Aku sangat mensyukurinya, karena doa itu terjawab padaku.

Di akhir obrolan kami saat itu, beliau bercerita akan berkunjung untuk penelitian tesis di salah satu pusat studi di kampus kerakyatan ini. Salut. Walaupun umurnya sudah mencapai kepala enam, beliau tetap ingin meraih gelar doktornya. Tak peduli, sebentar lagi mendekati pensiun sebagai dosen hukum di universitas swasta di ibukota.

Aku benar-benar menunggu saat itu. Menunggu bisa melanjutkan diskusi bersama di kota ini. Diskusi-diskusi yang tidak pernah bisa kulakukan sebelumnya. Diskusi disaat hatiku sudah mulai ikhlas menerimanya. Tapi ternyata Allah berkehendak lain.

Ahh, ternyata aku merindukannya juga..

aku hanya mengingatmu ayah.

Jika aku telah jauh darimu..

Cokrokusuman, 18 April 2013. 21:55

Teriring doa untuknya selalu

.Gambar