Catatan Firasat Masa Lalu #2

17 April 2013

Aku mengajukan permintaan pulang kembali ke Jakarta kepada Murabbiyah ku. Akupun sudah mengajukan resign dari pekerjaan ku di Beastudi Etos, Dompet Dhuafa. Beliau menjelaskan walau sebenarnya berat mengizinkan, tapi tetap tidak bisa dipaksakan jika tidak ada alasan untuk menahan di Jogja. Kecuali 2 alasan: dicarikan pekerjaan atau “teman”. Glek, teringat aku memang sudah mengumpulkan proposal pengajuan kesiapan nikah sejak september 2012. Lets see..

1 Mei 2013

HPku bergetar. Ada pesan whatsapp masuk. Dari murabbiyah yang mengajak bertemu setelah aku selesai shift PKL di Apotek. Sepertinya penting sekali. Akhirnya kami deal bertemu di suatu restoran.

Setelah pesan makan, beliau talk to the point. Karena memang aku orang yang tidak suka basa-basi. ” Dek, inget ga waktu mbak nanyain kesiapan. Waktu itu biodata anti sudah dpegang ikhwan. Dan ternyata ikhwannya bersedia melanjutkan” Deg. Jantungku langsung berdegup kencang.

“Beliau kenal aku mbak?”

“Iya. Kenal banget. Mbak emailkan biodatanya.”

Aduh, perasaan ku campur aduk. Disaat aku sedang berpikir untuk pulang ke Jakarta selesai studi dan berkarir. Tiba-tiba ada kejutan seperti ini. Aku langsung berpikir, apa aku benar-benar siap menjadi istri dan ibu. Siapkah aku? Dan siapakah ia yang katanya sudah saling mengenal?

Aku melanjutkan aktivitas dengan hati galau. Sampai-sampai aku salah arah mengendarai motor. Hadeh. Tujuan kemana, arah kemana. Salting!

Sampai malam aku belum berani membukanya. Sesuai prinsipku menulis proposal, siapapun itu, biodata pertama yang datang, selama tidak ada alasan syar’i, insya Allaah ku terima. Karena itu aku begitu takut membukanya. Akhirnya ku download dulu dari email lalu dipindahkan ke flashdisk.

2 Mei 2013, Salima 19.00

Aku menumpang membuka file di kontrakan lama ku. Ku pinjam kamar salah seorang. Kuawali tilawah quran 1 lembar, berdoa memohon pada Allah yang terbaik dan lama sekali kumantapkan hatiku. Akhirnya, bismillahirrahmanirrahiiim.., klik, file word terbuka. Dan mataku masih ku tutup dengan tangan. Perlahan ku buka dan terlihat sebaris nama.

Nama pemohon : Hanif Imsa Alfasandi

Gubrak, aku merebahkan diri ke belakang. Apa?? Kakak tingkat di fakultas? Yang satu amanah? Dengan gemetar aku melanjutkan membaca.. Allaahu.. Masya Allah, seketika ku ingat kembali sosok beliau.

***

Awal 2008

Ketika itu, aku sedang menuju masjid As Syifa. Entah kenapa aku menengok pada seorang laki-laki yang melintas d depan lapangan. Baru kuperhatikan gaya berjalannya, padahal aku sudah mengenalnya sebelumnya. Itu gaya berjalan yang ku suka, tenang dan raut mukanya teduh. Astagfirullaah, aku kembali melihat jalan yang kutuju.

Kami berada dalam lembaga yang sama. Tak niat memperhatikan sebenarnya. Tapi karena beliau salah satu ikhwah yang beramanah di BEM, aku jadi memperhatikan bagaimana sikapnya berinteraksi, mempengaruhi forum, memimpin dan lainnya. Cuma ingin menjadi referensi saja. Dan jujur aku mengagumi sosoknya. Tapi tak pernah sedikit pun aku membayangkan untuk jadi pendampingnya. Sama sekali tidak. Hanya rasa kagum terhadap kelebihan saudara yang patut diteladani. Just it!

Tahun-tahun berikutnya, dialah yang memang membimbingku banyak hal tentang amanah yang kujalani. Memfasilitasiku diskusi dan bahan bacaan. Interaksi kami sewajarnya, tak ada yang berlebih. Sampai akhirnya periode kepengurusannya selesai, kami jarang berinteraksi, hanya menyapa seadanya jika bertemu di jalan. Hingga kami bertemu saat ku menjenguknya di rumah sakit. Dia mengalami kecelakaan motor hingga harus operasi. Melihatnya terbaring lemah disana, aku bingung menyapa seperti apa. Ternyata rasa kagum pada sosok tangguh dan lembut itu masih ada. Tapi kupendam dan bersikap biasa saja.

***

Sekarang aku berhadapan lagi dengan layar laptop yang tertulis namanya dengan jelas. Teringat sebersit doa satu kriteria yang tidak kutulis, tetapi kupinta kepada Allah: orang yang sudah ku kenal. Dan ternyata Allah mengijabahnya.

Sesuai azzamku diawal, maka kucoba untuk lanjutkan proses ini.     Istikharah trus kulakukan, aku memantapkan diri bahwa jawaban ada di ibu. Kusempatkan pulang untuk meminta ridho ibu. Kalau saja tidak didukung kakak-kakak, permintaan ku untuk menikah sudah ditolak oleh ibu, mengingat aku anak bungsu dari 5 bersaudara, dan ketiga kakakku belum menikah. Bukan lagi melangkah tapi membongkar. He.. Alhamdulillah ridho Ibu sudah kudapat. Setelahnya proses demi proses berlanjut hingga akhirnya mitsaqon ghaliza dia ucapkan.

Allah tahu yang terbaik untuk hambaNya, ku yakin itu. Sejak SMA aku selalu berdoa,

“Ya Allah berikanlah aku jodoh yang sholeh, yang bisa membimbingku dalam kebaikan, meneguhkan ku istiqomah di jalanMu, yang bisa membawaku ke jannahMu..”

Semoga ini jawaban dari Allah segala pinta doaku dengan kehadirannya.

Insya Allah, sejak memutuskan untuk menerimanya, aku berazzam akan menemaninya kelak baik dalam keadaan suka maupun duka, sempit maupun lapang, dengan rasa syukur dan sabar. Hingga Allah meridhai mempertemukan kami di jannahNya kelak.

Aamiin ya Rabb.

@rikawidyaigp

*awal tulisan ini dibuat 23 juli 2013, dselesaikan 13 oktober 2013.

Catatan Firasat Masa Lalu

Saat itu tahun 2007. Aku melihat seorang gadis muslimah yang entah mengapa begitu menarik perhatianku. Saat dia lewat di kampus, aku begitu penasaran kemana arahnya akan pergi. Walau dengan sering buang pandangan utk ghodul bashor.

Tapi itu cuman sekedar ketertarikan biasa, begitu pikirku. Namun hari semakin hari, aku tau bahwa ada firasat lain tentang gadis itu. Aku blm berpikir apa2 ketika itu, hanya apakah mungkin aku sdh menginginkan pendamping di saat awal kuliah dulu.

Aktivitas demi aktivitas pada akhirnya melenakanku darinya. Fokusku ada pada amanah dakwah, kegiatan akademik, dan mencoba utk mulai mencari penghasilan sendiri.

Walau pada akhirnya aku dan dia dipertemukan pada satu amanah. Namun firasatku tdk mau aku lanjutkan lebih jauh. Aku bersikap profesional, dan pendam dalam2 rasa itu (tak mau hatiku terkotori oleh rasa yg blm halal).

Lama ia terpendam, pasca amanah, tak bertemu dari thn 2010-2012. Tahun 2012 saat aku telah mendamba seorang pendamping, aku lebih memilih mengajukan proposal nikah kepada ustadzku. Aku merasa, bahwa melalui proses itu, Allah sendiri yg akan memilihkan untuk ku pendamping hidupku.

Tak berani aku sebut nama siapapun, tak terpikir pula utk sebut namanya. Kriteria yg ku ajukan umum skali. Namun di tahun itu aku kecelakaan, opname, operasi. Proposal nikah blm sempet aku ajukan ke ustadzku. Aku urung niat.

Aku ingat dihari terakhir, ternyata ada gadis yg pernah ada dalam hatiku menjengukku. Rasa itu kembali muncul sebersit saja. Yaa,,, rasa yg telah terpendam cukup lama. Apa ini firasat? Tp aku bersikap biasa aja.

Akhir tahun 2012. Aku beranikan diri utk ajukan proposal nikah itu kepada ustadzku. Lamaa aku tunggu tak kunjung dapat. Aku hanya berdoa, agar yg pertama disodorkan, akan langsung aku terima. Aku tak ingin melihat terlalu banyak biodata. Demi menjaga mata dan hati. Itu satu prinsipku.

Selang 4 bulan, aku dapat kabar dari Ustadz. “Akhi, liat email antm yaa”. Pagi2 langsung aku liat email dengan penasaran😋. Dengan berdebar hati, aku tunggu loading yg lemoot itu. Pas uda kebuka… jeng jeng jeng…. begitu kaget bukan main. Apa ini? Benarkah ini? Aku istighfar berkali2 mohon ampun pada Allah.

Apakah ini jawaban doa dan harapan lamaku? Aku sungguh tak menyangka. Dia yg aku harapkan sejak pertama kali aku pernah meliriknya di tahun 2007. Aku pendam tak pernah ku ungkapkan pada siapapun. Tapi ternyata, Allah yg menyodorkan dia.

Walau, begitu aku tetap jalankan istikharah berkali2. Tak ada alasan sedikitpun untuk menolaknya. Aku cari2 alasan, apa yg bisa ditolak darinya? Aku tak menemukan. Akhirnya dalam waktu 10 hari aku mantapkan hati (mungkin agak nekat juga 😅) “Bismillah, ana lanjut ustadz”

Dua pekan kutunggu dengan galau. Akhirnya ada sms dr ustadz. Insya Allah rika siap berproses dengan a hanif. Cetar membahana, abis itu nyeesss 💧 adeem…

Singkat cerita, pertemuan forum taaruf pun diadakan, bentar aja gak sampe 2 jam langsung oke. Taaruf bareng keluarga pun sdh seperti keluarga sendiri. Kami cepat akrab dan membaur. Proses selanjutnya sampai jenjang pernikahan Alhamdulillah tak menemui halangan yg cukup berarti.

Saat akad terucap, aku merasakan Allah sedang begitu dekat. Dialah yg benar2 Allah pilihkan untukku, menjadi pendampingku. Padahal aku tak pernah meminta menegaskan secara langsung pada Allah. Doa2 ku ttg jodoh pun standar2 aja. 😅

Saat ayat Al Quran dilantunkan sblum akad, aku meneteskan air mata sangat deras. Seakan Allah sedang berbicara langsung dengan ku, hanya denganku. Seakan hanya Allah dan aku saja. Taujih langsung dariNya. Itu yg kurasa. 

Teruntuk dirinya yg sdh menerima diriku, Firasat yg menafsiri hatiku padamu saat dulu kala aku pernah melirik dan berharap lirih km jd pendampingku :

“Ketika melirikmu pertama kali,” kata Ustadz Eko Novianto. “aku berteriak dlm hati, seandainya aku harus memilih sendiri, aku akan pilih yg spt ini. Bkn karena kau bak model terkenal. Atau krn kau standar semua lelaki. Namun, krn aku merasa bs bersamamu.”

Ternyata, Allah ijabah sebersit rasa yg pernah terserak didasar hati. Memunculkannya menjadi Cinta yg begitu nyata.

Kini dia telah menerimaku, memilihku utk menjadi Imamnya. Ini masih langkah awal, dimasa yg akan datang, pasti akan menemui segala kejutan, kita harus membangun negeri rumah tangga ini dengan syukur dan sabar.

@HanifSandi
07.54
Yogyakarta
11.10.2013

Gambar

tulisan suamiku. Aku ga nyangka sama sekali.. wow.. karena aku punya kisah serupa. Dtunggu aj y tulisan selanjutnya.. 🙂